Rabu, 09 Juli 2025

Aku yang Kalian Bentuk

Mereka tak pernah benar-benar tahu, bahwa di balik deretan angka yang tampak gemilang, tersimpan ketakutan yang nyaris tak bersuara. Terkadang sesorang yang nilainya paling tinggi itu, bukanlah yang paling percaya diri, melainkan yang paling gemetar jika harus jatuh. Bukan karena takut disaingi, bukan pula karena ingin selalu di puncak. Tapi ia hanya butuh sesuatu untuk digenggam, agar hatinya tak terombang-ambing oleh rasa kurang dan tak diinginkan.

Di balik setiap senyum yang menyambut lembar hasil ujian, ada dadaku yang sesak menanggung harapan. Aku tahu, bahwa pujian sering kali datang hanya ketika angka-angka itu membubung tinggi. Maka, aku belajar mati-matian, bukan semata demi ilmu, tapi demi secuil pengakuan, bahwa diriku berharga, bahwa aku cukup. Aku menggantungkan harga diriku pada peringkat, karena di sanalah aku merasa dilihat.

Namun aku bukanlah mesin pencetak angka. Bukan deretan rumus yang harus selalu tepat, atau grafik yang tak boleh turun. Aku adalah jiwa muda yang masih mencari bentuk, masih belajar mengenal diri, dan mencoba berdamai dengan luka-luka kecil yang tak tampak oleh mata. Jadi jangan ukur aku hanya dari nilai, karena tak semua pencapaian bisa dihitung dengan angka.

Aku hanya ingin diterima, dengan atau tanpa piala di tanganku. Aku ingin didengar, bahkan saat tak sedang menjawab soal. Aku ingin dicintai, bukan karena sempurna, tapi karena aku sedang tumbuh. Maka, sebelum kalian menepuk pundakku karena nilaiku tinggi, bertanyalah lebih dulu: "Apa yang kau takutkan?" karena mungkin, di balik nilai itu, ada ketakutan yang menjerat lebih erat dari yang bisa kalian bayangkan.

Sering kali aku merasa lelah, bukan karena pelajaran yang sulit atau malam-malam tanpa tidur, tapi karena topeng yang harus terus kupakai. Aku berpura-pura kuat di hadapan mereka yang memujiku, seolah segalanya baik-baik saja. Padahal di dalam diriku, ada suara kecil yang terus bertanya: “Jika suatu hari aku tak mampu lagi menjadi yang tertinggi, masihkah kalian memandangku dengan cara yang sama?” Aku bukan takut kehilangan posisi, tapi aku takut kehilangan cinta yang datang bersyarat.

Di dunia yang ramai menilai dan cepat menghakimi ini, aku hanya ingin satu tempat yang tenang, tempat di mana aku bisa menjadi diriku sendiri tanpa harus sempurna. Aku ingin merayakan pencapaianku tanpa rasa cemas, dan menangis tanpa harus bersembunyi. Karena aku bukan sekadar angka di selembar kertas, aku adalah hati yang ingin dimengerti, dan jiwa yang berharap bisa tumbuh dengan utuh, meski kadang tak lagi di puncak.

Segala hal yang kalian tekankan padaku, tentang aku yang harus selalu bisa, harus selalu hebat, dan harus selalu benar. Tanpa kalian sadari, perlahan itu semua menjelma jadi suara yang kutanam dalam diriku sendiri. Aku tumbuh menjadi orang yang keras pada dirinya sendiri, yang tak memberi ruang untuk gagal, bahkan untuk lelah. Aku menekan diriku habis-habisan demi menjadi sempurna, seolah cinta dan pengakuan hanya datang jika aku tak pernah jatuh. Aku memaksa diriku menjadi yang tertinggi, bukan karena aku ingin, tapi karena aku takut, takut kehilangan wajah di mata kalian. Hingga akhirnya, aku menjadikan diriku sendiri sebagai obsesi yang melelahkan: harus selalu berhasil, harus selalu mengesankan, harus selalu baik di mata semua orang, bahkan ketika hatiku sendiri mulai retak pelan-pelan.

Dan jika suatu saat aku tak lagi berada di barisan terdepan, bukan berarti aku berhenti berjuang. Mungkin aku hanya sedang ingin bernapas tanpa bayang-bayang angka, tanpa harus terus membuktikan diri. Biarkan aku diam sejenak, menepi dari sorot harapan yang terlalu tajam. Sungguh, aku tak pernah ingin menjadi yang terbaik di mata semua orang, aku hanya ingin merasa cukup di mataku sendiri. Harus berapa pencapaian lagi agar aku bisa diakui tanpa terus belajar dan berlari tanpa henti oleh kalian, sosok yang paling aku harapkan peluknya, tapi justru paling sering membuatku merasa belum pernah cukup?



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Aku yang Kalian Bentuk

Mereka tak pernah benar-benar tahu, bahwa di balik deretan angka yang tampak gemilang, tersimpan ketakutan yang nyaris tak bersuara. Terkada...