Berulang kali, tiap perjalanan pulang, aku sendirian menembus gelapnya malam. Melihat malam yang pada akhirnya sepi, padahal jalanan ini yang paling ramai saat siang. Lalu aku merasa bahwa aku akan sesepi malam, walau kini seramai siang, pada akhirnya kita akan sendiri. Tak kusangka secepat itu pikiranku menjadi kenyataan. Aku melihat diriku semakin hari, semakin tak menemui siang, sesepi malam setiap harinya. Orang lain lalu lalang, tapi aku sendirian, aku tak menemukan wajah- wajah yang kusimpan kemarin, aku tak bisa berpura- pura lagi, lidahku keluh, aku tak bisa menyuarakan apa yang aku rasakan padahal hatiku merintih keperihan. Kekacauan ini, semakin menarikku pada kegelapan, semua jenis permasalahan hidup seakan- akan tak ada hentinya memukul tubuh dan jiwaku. Kalau kau pikir aku tak mencoba berdo'a, kau salah, orang yang kehilangan arah ini berdo'a tanpa henti, sembari menyalahkan takdir yang begitu berantakan. Namun tak pernah ada siapapun yang membantuku, entah kemana harus kubawa ceritaku, bahkan dulu kupikir sujudku tak pernah menolongku, sampai aku sadar, seluruh lukaku ini yang menyelamatkanku dari dunia gelap, bersama orang- orang yang salah, rasa asing dari wajah- wajah yang tak kutemukan itu adalah jalan untuk menemukan diriku sendiri, bersamaan itu, jantungku berhenti berdetak untuk sesaat, aku melihat cahaya yang seolah mampu menyinari jalan keluarku.
Langganan:
Postingan (Atom)
Peran Tanpa Tanya
Di balik kalimat anak pertama yang terdengar sederhana, tersembunyi peran sunyi yang tak pernah kupilih. Sejak kecil, aku diajari menjadi ...
-
𝚂𝚎𝚝𝚒𝚊𝚙 𝚌𝚎𝚛𝚒𝚝𝚊 𝚒𝚝𝚞 𝚙𝚞𝚗𝚢𝚊 𝚋𝚊𝚐𝚒𝚊𝚗,𝚙𝚛𝚘𝚕𝚘𝚐 𝚍𝚊𝚗 𝚎𝚙𝚒𝚕𝚘𝚐 𝚢𝚐 𝚝𝚒𝚍𝚊𝚔 𝚜𝚊𝚖𝚊.𝚜𝚎𝚘𝚛𝚊𝚗𝚐 𝚙𝚎𝚗𝚞𝚕...
-
Hari-hari telah berlalu begitu cepat, dan aku masih di sini, menari di antara cahaya dan bayang. Waktu menenunku dengan benang luka dan tawa...
-
Kembali lagi, malam ini aku kehilangan tidurku, lagi. Karena aku tahu bahwa Tuhan punya banyak cara kepada rindu untuk tidak meletakkannya b...